
Jayapura, 12 Juli
2025
Semilir angin malam di tepi laut Hamadi menyambut sebuah pertunjukan
yang memikat perhatian penonton dalam Festival Kampung Nelayan 2025. Festival
yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Kota Jayapura dari tanggal 11-13 Juli
2025 tersebut digelar untuk memperkenalkan destinasi wisata baru sekaligus
sebagai upaya mendukung perkembangan UMKM di wilayah itu. Tepat pukul 19.45 WIT
di hari kedua Festival Kampung Nelayan, 12 Juli 2025, panggung terbuka di
Kampung Nelayan Hamadi dipenuhi penonton. Di sana, mahasiswa Program Studi Seni
Tari ISBI Tanah Papua membawakan sebuah karya tari kreasi baru berjudul “Tari
Henggoni.
|
Penampilan Tari Henggoni oleh mahasiswa Prodi
Seni Tari ISBI Tanah Papua pada Festival Kampung Nelayan 2025. Foto: Surya Peradantha, 2025 |
Koreografer sekaligus komposer karya ini, Wempits Abz, menggali
inspirasi dari aktivitas masyarakat Tobati dalam mencari ikan saat subuh
menjelang matahari terbit. Gerak-gerak seperti mendayung, menabur jala, dan
menombak ikan ditransformasikan menjadi elemen tari yang ritmis, kuat, dan
menyentuh, memperlihatkan bagaimana tubuh dapat bercerita tentang kehidupan
pesisir dengan kepekaan artistik yang tinggi.
Dengan durasi 7 menit 52 detik, sembilan penari yang terdiri dari enam
perempuan dan tiga laki-laki, menyajikan koreografi yang berpadu harmonis
dengan pencahayaan malam dan iringan musik tradisional. Tata busana yang
digunakan mencerminkan karakter khas masyarakat pesisir Papua: penari laki-laki
tampil dengan cawat merah, kalung kerang, dan mahkota, sedangkan penari
perempuan tampil memikat dengan tusuk rambut berhias bulu ayam, kalung kerang
laut, penutup dada kuning, ikat lengan dari kulit kayu berhias kerang, serta
rumbai-rumbai dan ikat pergelangan kaki.
Musik hidup yang mengiringi tari ini menggunakan instrumen khas
seperti rain stick, Fuu (terompet dari kerang laut), seruling,
stik perkusi, dan tifa, ditambah dengan vokal dalam bahasa lokal Papua.
Salah satu pemusik, Geisler, mengungkapkan kesan mendalamnya, “Sekarang
saya sebagai pemusik, ini pengalaman berharga karena saya aslinya penari. Ini
melatih kepekaan rasa tubuh saya dengan tempo musik.”
Meski hanya melalui tujuh kali latihan, karya ini berhasil
ditampilkan dengan baik. Tantangan terbesar datang dari kehadiran anggota tim
yang tidak stabil dan keterlibatan mahasiswa dari prodi lainnya yang masih
kurang. Namun, semangat kolaborasi mampu mengatasi kendala tersebut.
Penari Lenny menyampaikan kebahagiaannya, “Saya sangat senang. Dari
proses ini saya menjadi lebih percaya diri dan rajin dalam berproses ke
depannya. Kendala hanya di kendaraan, tapi bisa diatasi lewat koordinasi.”
Muhammad Ilham M. Murda, Koordinator Program Studi Seni Tari ISBI Tanah
Papua, menyampaikan rasa bangga atas keterlibatan mahasiswanya dalam ajang
bergengsi ini. “Selain memberikan ruang bagi mahasiswa untuk tampil, menerapkan
ilmu perkuliahan, dan mengasah teknik, ini juga membangun pengalaman panggung
yang berharga. Yang tak kalah penting, nama ISBI Tanah Papua juga makin bergema
di masyarakat,” ujarnya.
Pertunjukan ini turut didampingi oleh dosen-dosen pendamping dan
disaksikan langsung oleh Rektor ISBI Tanah Papua, Prof. Dr. Stepanus
Hanngar Budi Prasetya, S.Sn., M.Si. yang menyambut penampilan mahasiswa dengan
rasa bangga dan haru. Malam itu, Tari Henggoni tak hanya menjadi tarian,
melainkan gema kebudayaan lokal yang hidup kembali lewat tubuh-tubuh muda yang
menari dalam semangat kesenian dan warisan tradisi.







